Tibalah saatnya Jaguar Paw berada di altar pengorbanan Suku Maya. Dia menjadi satu dari sekian orang yang telah dan akan dipenggal kepalanya sebagai sesaji yang diperuntukkan bagi para Dewa. Sang Algojo telah bersiap dengan kapak di tangan. Begitupun dengan Jaguar Paw. Kedua tangannya diregangkan dengan tali tambang. Lehernya menghadap langit, bersiap menerima tebasan. Jelang beberapa detik sebelum mata kapak menghujam urat lehernya, langit tiba-tiba menghitam. Masyarakat Suku Maya yang bersorak menyambut kepala-kepala yang bergulir di anak tangga sontak terdiam. Mereka menatap ke langit kelam. Para penguasa yang berada di dekat Sang Algojo bersujud dengan ketakutan. Ada yang lebih kuat dari matahari yang mereka sembah, mungkin itu yang ada dipikiran mereka. Dan leher Jaguar Paw terselamatkan oleh peristiwa itu.
Kemarin, dalam gempita peristiwa Gerhana Matahari Total, saya teringat pada scene dari film Apocalypto di atas. Film keempat yang disutradarai oleh Mel Gibson pada tahun 2006. Fenomena alam yang ditakuti oleh masyarakat Suku Maya dalam film itu sebenarnya pernah terjadi di Republik ini. Tepatnya pada tahun 1983, masa Orde Baru, dengan wujud yang berbeda. Entah apa alasannya pada tahun itu pemerintah Orde Baru menakut-nakuti masyarakat Indonesia dengan mengatakan bahwa gerhana matahari adalah ancaman bagi masyarakat. Ketakutan itu disebarkan secara masif melalui televisi dan radio tanpa ada penjelasan secara ilmiah. Serupa dengan masa ini bukan? Tetapi televisi bukan menebarkan ketakutan hari ini, tapi pembodohan melalui berbagai acara televisi yang hanya mementingkan rating dan iklan semata. Oh, kenapa tulisan saya menjadi seserius ini? -___-
Rabu, 9 Maret 2016, masyarakat Indonesia, juga dunia, tak menyia-nyiakan kesempatan untuk turut menjadi saksi sejarah hadirnya peristiwa gerhana matahari total. Berbagai cara dilakukan untuk dapat menyaksikan fenomena ini secara langsung. Mulai dari memakai kaca mata khusus, menggunakan kamera lubang jarum (pinhole camera) yang terbuat dari barang bekas seperti yang dilakukan oleh anak-anak di Sekolah Alam Minangkabau, cakram flopi (floppy disk), film negatif (sering disebut klise foto), hingga menggunakan kertas film rontgen :D.
Begitulah bentuk perayaan yang dilakukan oleh masyarakat Indonesia terhadap fenomena alam yang langka terjadi itu. Tak ada ketakutan seperti penguasa Suku Maya dalam film Apocalypto di atas. Juga tak ada yang sembunyi di bawah meja saat gerhana matahari terjadi seperti 33 tahun yang lalu.
fotonya kren kren uda.. 🙂